What My Idiot Thinkin’ Said _part 2_

Posted: Sabtu, 29 Januari 2011 by Pelajar Bodoh in
0

Oke guys,

RALAT.

Sekarang gue gak cuman jadi anak kampung doang, tapi sekarang gue sudah naik satu level lagi menjadi anak kampung yang gak penting.

Entah kenapa tiba-tiba gue terbesit soal ke-nggak penting-an hidup gue yang sudah sangat kronis. Gue selama ini gak pernah menyadari betapa gak penting nya diri gue. Jangan kan di mata temen-temen gue, bahkan gue sendiri pun merasa gue adalah sosok tidak penting yang hidup.

Udah 17 tahun lewat 25 hari gue hidup di dunia ini. Gue masih mencari jati diri gue. Untuk apa gue hidup. Dan apa sebenarnya tujuan gue di kirim ke dunia yang busuk ini.

Mungkin kalo gue boleh bilang, Tuhan bercanda mengirim gue ke muka bumi ini. Ya, tapi semua memang terserah Tuhan. Tuhan selalu memiliki rencana di balik plotting-skenario yang udah Dia bikin untuk kita. Mungkin awalnya Sule hampir bunuh diri karena setiap orang yang menatap wajahnya akan tertawa. Bahkan seorang anak kecil umur 4 tahun yang suka nangis rewel sama nyokapnya minta di belikan mainan yang aneh2, bisa tertawa lepas melihat wajah Sule. But, the fact was saying.. di masa depan dia akan menjadi orang sukses lewat kekocakannya, atau lebih spesifiknya lagi, lewat mukanya. *emang sih, gue selalu ketawa kalo ngeliat mukanya sule di OVJ... apa lagi kalo udah nyiksa orang.
Kehidupan kita sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan Sule. Hanya saja dikemas dalam parsel berbeda.
***

Gue sekarang tinggal di sekolah yang sistemnya boarding. Sejak gue kelas satu, gue punya masalah dengan bergaul. Gue paling tidak pandai cara bergaul.. *Stop ! oke, ini mungkin gak ada hubungannya sama digauli-atau menggauli. Tapi ini adalah masalah cara BER-GAUL.

Satu semester pertama ,gue dianggep sebagai orang aneh bagi seantero CMBBS. Mulai dari suka keliaran malem2, melakukan hal2 aneh, dan semua dilakukan seorang diri. Mungkin gue mengasumsikan kalo gue sedang mencari jati diri gue yang sebenarnya.

Jati diri .

Apa sih sebenarnya jati diri itu ? kalo gue sih mendefinisikan kata “jati diri” itu seperti seekor Bombyx mori yang selalu dianggep sebelah mata awalnya. Namun sebenarnya dia itu memiliki potensi besar buat menghasilkan bahan baku sutera, sampai akhirnya dia harus bermetamorfosis secara sempurna menjadi kupu-kupu yang cantik. Sehingga tidak ada orang yang memandangnya sebelah mata, bahkan memandang hina.

Ya, gue meredaksikan kalimat itu berdasarkan kehidupan gue. Bombyx mori itu adalah Gue.

Mungkin sekarang gue gak akan nyuruh kalian semua memanggil gue sebagai The Beast atau seekor katak yang kena kutuk. *sorry maksud gue, seorang Pangeran yang dikutuk jadi katak. Tapi gue adalah seorang remaja yang hampa. Gue masih mudah terbawa arus yang mengalir deras. Dulu gue selalu bercita-cita menjadi pemain sepak bola kayak Shevcheko atau gak Eric Cantona. Tapi liat sekarang. Gue selalu bermimpi menjadi seorang penulis.

Ya, seorang penulis.

Gue selalu bermimpi bisa melahirkan sebuah novel yang intrinstiknya merupakan gabungan dari karakter Hirata, Agatha Christ, dan.. gue kira kalian udah bisa nebak siapa sisanya.

Tuh kan, gue emang gampang banget ke bawa arus. Waktu gue baca Maryamah Karpov, gue pengen kayak Andrea Hirata. Ketika gue lagi dapet sense buat baca-baca buku tentang misteri, detektif, dan hal2 abstrak lainnya gue pengen jadi kayak Agatha. Pas gue lagi tidur-tiduran baca buku Raditya Dika, gue seakan pengen jadi babi. *kenapa Babi ? jangan tanya kenapa.

Dan sialnya, gue selalu berharap kalo ini tidak terjadi dalam hidup gue.

Sense gue buat nulis mungkin bisa dibilang normal-normal aja. Gue bukan lah tipe orang yang fanatik dalam menulis, apalagi untuk beridealis. Gue bukan lah tipe orang yang suka asik nulis sendiri ketika pelajaran mateMATIka maupun Biologi. Tapi gue adalah seorang penulis yang hanya perlu mendapatkan sebuah momentum. Dan gue adalah seorang penulis yang akan menulis ketika benar-benar diminta menulis karena profit yang bakal gue peroleh dari hasil tulisan gue.

Pertama gue terjun di dalam dunia tulis menulis adalah ketika SMP. Waktu itu akhir semester genap kelas 8 menjelang naik kelas 9. Gue dapet momentum itu lewat menulis puisi.

Ya Puisi.

Lewat PUISI, gue mungkin menjadi satu-satunya anak PCI yang pernah mendapat kehormatan buat havin’ lunch bersama SBY di istana Negara *waktu itu gue duduk di sebelah Bu Ani Yudhoyono dan Bp.Ir Jero Wacik (menteri kebudayaan).

Sedikit gue speak-speak tentang euphoria dulu. Gue dan ‘Pinka’, kontingen Aceh, menjadi salah dua anak yang diberi kehormatan oleh presiden masuk kedalam Istana Negara.  (Suer, masuk ke rumah Aat Syafaat geh belum ,udah masuk istana aja gue). Gue mendapat kehormatan itu berkat Puisi yang gue tulis berjudul ‘Garuda’. udah gitu, Puisi gue dibaca oleh seorang Taufik Ismail di depan seluruh orang yang hadir di event itu, termasuk presiden dan jajaran kabinet menterinya yang hadir.

Lewat Puisi juga gue bisa ganti2 Hp. Lewat Puisi gue bisa mendadak terkenal di majalah dan tabloid.

Dan satu lagi yang paling penting, lewat puisi gue bisa mengungkapkan perasaan kepada seseorang yang menurut gue spesial. 
***

Lepas menulis puisi, gue mencoba serius menulis cer-bung. Kemudian beralih kepada keseriusan gue menyelesaikan novel. Waktu itu gue niat banget nulis novel. Tapi sayangnya, gue bukanlah seorang penulis yang taat. Gue gemar acuh terhadap kaidah penulisan, dan itu  yang menjadi satu karakter yang di sukai Pak Taufik dari tulisan gue. Beliau bilang, tulisan gue memberikan nafas baru bagi dunia sastra modern Indonesia. *haha, waktu itu sih gue cuman iya-iya sok ngerti.

Novel gue..

Apa kabar ?

novel gue baru sampai pada bab ke 8.. * kayaknya sih
gue masih mencari momentum untuk menyelesaikan novel gue. Gue masih belum menemukan judulnya. Karena salah satu kebiasaan gue adalah memberi judul setelah gue benar2 merampungkan tulisan gue.

Ceritanya tentang seorang remaja lelaki bernama Bumi. Ketika Ibunya meninggal, dia harus pergi ke Venesia mengikuti ayahnya. Bumi adalah seorang bedarah Jawa-Bali yang nantinya akan menjadi seorang dokter sekaligus pelukis terkenal di Italia. Dan di dalam novel gue. Gue menceritakan bagaimana kehidupan Bumi pertama di sekolah, dan dia harus berpisah dengan teman-temannya. Mungkin ini terkesan basi. Tapi gue mengemasnya dalam wajah berbeda. Gue menceritakan Bumi sejak dia kecil sampai dia beranjak remaja, tepatnya seusia siswa SMU. Sampai pada ending yang gak akan gue tulis disini *soalnya belum selesai

Dalam novel gue, Bumi bukan lah seperti di kebanyakan alur, di mana lakon utama yang akan selalu menang. Gue lebih membawa alur kepada suatu elegi yang mungkin bisa di bilang agak miris. Salah satunya adalah, ketika dia mempertaruhkan masa depannya sebagai dokter hanya untuk melindungi seorang perempuan yang dicintainya sejak awal mereka bertemu. Kasihannya, primadona yang sebenarnya mengidap kanker sel darah putih tidak ingin Bumi suka sama dia, karena alasan itu. Tapi toh pada akhirnya Bumi tahu dan dia belajar kedokteran untuk itu. Bumi bukanlah tipe lelaki yang memiliki self-confident  yang cukup mekipun parasnya cukuplah buat seukuran playboy kampus. Dia selalu rendah diri ketika melihat perempuan yang di sukainya pun disukai oleh banyak lelaki termasuk teman-temannya. Bumi adalah tipe pasif yang hanya akan bergerak ketika momentum itu datang. Bahkan si pendiam ini butuh keberanian lebih untuk mengucapkan ‘selamat pagi’ kepada perempuan itu.
*stop, gue gak akan bicara banyak soal novel gue. Sampai pada akhirnya Bumi akan mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk perempuan yang sangat dicintainya.

Mungkin agak terkesan cengeng, tapi kayak yang udah gue bilang pertama tadi. Gue mencoba menggabungkan ke3 karakter dari penulis berbeda itu dalam satu novel gue yang baru sampai trimester ke dua.

Novel kontemporer yang bakal terkesan Andrea-Agatha-Dicka *akhirnya gue sebut juga penulis ke3nya. Heuh. -,-

Ya, semoga Tuhan memberkati gue untuk tetap menyelesaikan novel gue. Dan ini adalah bukan soal jati diri gue sebagai penulis atau pun ditulis.

Tapi gue sekarang sadar , kalo ini semua adalah tentang kemauan dan kesungguhan. Kita bisa menjadi apa saja yang kita inginkan.
Karena gue sadar.. kalo seekor Bombyx pun bisa bermetamorfosis secara abnormal sebagai Babi detektif bersayap kupu-kupu.





0 komentar: